Sumber: Harian KOMPAS
Penggunaan pengobatan alternatif sebagai terapi medis untuk kanker perlu diwaspadai. Sebab, pemakaian terapi alternatif sebelum terapi medis dapat mencuri waktu pasien kanker yang sangat berharga. Padahal, sebagian terapi alternatif dan komplementer belum terbukti dapat menyembuhkan penyakit itu.
”Terapi yang aman adalah terapi yang memiliki dasar ilmiah dan dapat dibuktikan dalam uji klinis,” kata ahli bedah onkologi dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta, Walta Gautama, dalam diskusi yang dihadiri para pasien dan keluarga penderita kanker, Jumat (25/1), di auditorium RS Mitra Kelapa Gading, Jakarta.
Di Indonesia terapi alternatif dan komplementer sangat populer, terutama untuk penyakit-penyakit yang butuh operasi seperti kanker. Keberhasilan yang diklaim terapi alternatif sering hanya berdasar kesaksian pasien tanpa ada bukti ilmiah.
”Tanpa regulasi yang baik, terapi alternatif dapat berbahaya dari sisi ekonomi, waktu, dan kepercayaan pasien terhadap dokter,” ujar Walta.
Di sisi lain, kualitas pelayanan medis bagi pasien kanker juga harus ditingkatkan, di antaranya mempercepat proses pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis agar tidak terlambat diobati dan beralih ke terapi nonmedis.
Karena kurangnya pengetahuan tentang keamanan dan efikasi pengobatan ini, di AS telah didirikan badan khusus yang meregulasi terapi alternatif (NCCAM).
Hasil survei di AS, pasien mencoba terapi alternatif bukan untuk sembuh, melainkan untuk meningkatkan daya tahan, mengurangi nyeri, mengurangi efek samping tidak menyenangkan dari terapi medis yang dijalani.
”Suplemen dan diet sebagai terapi sebaiknya hanya digunakan untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan mengurangi keluhan akibat kanker atau dampak pengobatannya,” kata dia.
Mitos
Selama ini beredar mitos seputar diet, nutrisi, atau suplemen sebagai terapi alternatif dan komplementer untuk kanker. Vitamin A misalnya, yang dianggap dapat meningkatkan daya tahan tubuh pasien kanker, faktanya membuktikan pemberian vitamin A dosis tinggi dan berkepanjangan meningkatkan kanker prostat dan angka kejadian kanker paru pada kelompok risiko tinggi.
Sementara vitamin C dianggap antioksidan yang dapat mencegah kanker dan perlu diminum dosis tinggi. Kenyataannya, tidak ada penelitian yang membuktikan dapat menyembuhkan kanker. Vitamin itu dapat mengganggu efek radiasi dan kemoterapi terhadap sel kanker.
Makrobiotik atau diet hampir vegetarian juga dianggap dapat mencegah kanker. Diet ini menghindari daging, telur, dan susu. Dari penelitian, peran makrobiotik untuk pengobatan kanker belum cukup diteliti. ”Beberapa komponen makrobiotik dapat mengubah metabolisme beberapa obat. Bawang putih, misalnya, mengganggu metabolisme obat kemoterapi, antijamur, antidarah tinggi,” kata Walta. (EVY)***
Penggunaan pengobatan alternatif sebagai terapi medis untuk kanker perlu diwaspadai. Sebab, pemakaian terapi alternatif sebelum terapi medis dapat mencuri waktu pasien kanker yang sangat berharga. Padahal, sebagian terapi alternatif dan komplementer belum terbukti dapat menyembuhkan penyakit itu.
”Terapi yang aman adalah terapi yang memiliki dasar ilmiah dan dapat dibuktikan dalam uji klinis,” kata ahli bedah onkologi dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta, Walta Gautama, dalam diskusi yang dihadiri para pasien dan keluarga penderita kanker, Jumat (25/1), di auditorium RS Mitra Kelapa Gading, Jakarta.
Di Indonesia terapi alternatif dan komplementer sangat populer, terutama untuk penyakit-penyakit yang butuh operasi seperti kanker. Keberhasilan yang diklaim terapi alternatif sering hanya berdasar kesaksian pasien tanpa ada bukti ilmiah.
”Tanpa regulasi yang baik, terapi alternatif dapat berbahaya dari sisi ekonomi, waktu, dan kepercayaan pasien terhadap dokter,” ujar Walta.
Di sisi lain, kualitas pelayanan medis bagi pasien kanker juga harus ditingkatkan, di antaranya mempercepat proses pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis agar tidak terlambat diobati dan beralih ke terapi nonmedis.
Karena kurangnya pengetahuan tentang keamanan dan efikasi pengobatan ini, di AS telah didirikan badan khusus yang meregulasi terapi alternatif (NCCAM).
Hasil survei di AS, pasien mencoba terapi alternatif bukan untuk sembuh, melainkan untuk meningkatkan daya tahan, mengurangi nyeri, mengurangi efek samping tidak menyenangkan dari terapi medis yang dijalani.
”Suplemen dan diet sebagai terapi sebaiknya hanya digunakan untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan mengurangi keluhan akibat kanker atau dampak pengobatannya,” kata dia.
Mitos
Selama ini beredar mitos seputar diet, nutrisi, atau suplemen sebagai terapi alternatif dan komplementer untuk kanker. Vitamin A misalnya, yang dianggap dapat meningkatkan daya tahan tubuh pasien kanker, faktanya membuktikan pemberian vitamin A dosis tinggi dan berkepanjangan meningkatkan kanker prostat dan angka kejadian kanker paru pada kelompok risiko tinggi.
Sementara vitamin C dianggap antioksidan yang dapat mencegah kanker dan perlu diminum dosis tinggi. Kenyataannya, tidak ada penelitian yang membuktikan dapat menyembuhkan kanker. Vitamin itu dapat mengganggu efek radiasi dan kemoterapi terhadap sel kanker.
Makrobiotik atau diet hampir vegetarian juga dianggap dapat mencegah kanker. Diet ini menghindari daging, telur, dan susu. Dari penelitian, peran makrobiotik untuk pengobatan kanker belum cukup diteliti. ”Beberapa komponen makrobiotik dapat mengubah metabolisme beberapa obat. Bawang putih, misalnya, mengganggu metabolisme obat kemoterapi, antijamur, antidarah tinggi,” kata Walta. (EVY)***
Title : Waspadai Terapi Alternatif untuk Kanker
Description : Sumber: Harian KOMPAS Penggunaan pengobatan alternatif sebagai terapi medis untuk kanker perlu diwaspadai. Sebab, pemakaian terapi alternat...
Description : Sumber: Harian KOMPAS Penggunaan pengobatan alternatif sebagai terapi medis untuk kanker perlu diwaspadai. Sebab, pemakaian terapi alternat...
0 Response to "Waspadai Terapi Alternatif untuk Kanker"
Posting Komentar